Minggu, 19 Agustus 2012

Suami Pencari Bidadari

 
¤ Pernah melihat lelaki gaek yang belum juga menikah atau perawan tua yang belum juga bersuami ? Bisa jadi salah satunya adalah karena menunggu pasangan yang sempurna. Tidak sedikit orang lama menunggu datangnya pasangan yang sesuai dengan setumpuk kriteria yang telah disusunnya. ¤

Alex, sebut saja begitu, 35 tahun, hingga kini belum menemukan jodoh yang diidamkannya. Istrinya harus orang yang pintar ilmu kimia, tapi tidak setiap wanita yang jago ilmu kimia ia minati. Saat tertarik dengan seorang wanita kemudian melakukan proses ini proses itu, ujung-ujungnya batal karena si wanita tidak lulus uji kemampuan ilmu kimia. Saat dikenalkan dengan wanita yang ulung ilmu kimia tidak juga mengiyakan karena dari sisi lain tidak menarik. Selalu ada faktor lain yang menjadikannya mengambil keputusan -tidak- untuk calon yang diincarnya.

Tidak kala aneh, Arbi bukan nama sebenarnya. Hingga umur 30 tahun lebih belum juga mampu mewujudkan impiannya mendapatkan istri yang diinginkannya. Dia mensyaratkan, istrinya harus di bawah tingginya. 10 cm dari tingginya sendiri. Dari selusin wanita yang pernah diprosesnya kebanyakan ditolaknya karena tingginya terlalu jauh dari yang dipatoknya. Cita-cita yang dibangunya untuk menikah di usia 23 tahun hingga kini masih sebatas impian. Orang memang boleh punya keinginan, namun apa yang diharapkan dari istri setinggi kurang lima sentimeter dari tingginya ?

Apakah orang yang kemudian menemukan pasangan yang ideal dalam pandangannya akan mendapati rumah tangganya tiba-tiba bahagia hingga akhir kehidupan ? Ternyata banyak pasangan "ideal" yang juga mengalami masalah. Salah paham, beda pandangan, beda keinginan dan bermacam konflik lain. Tidak sedikit bahkan terseret pada perilaku saling mengejek dan merendahkan.

Rumah tangga memang bukan sebuah sandiwara yang segala sesuatunya bisa diatur. Suami tidak bisa begitu saja membuat skenario, pun sang istri. Ini bisa ditilik dari kasus seperti di atas. Kadang istri merendahkan suaminya, walaupun yang sering terjadi suamilah yang selalu menganggap istrinya adalah pasangan yang selalu penuh kekurangan. Kurang cantik, kurang pintar, kurang perhatian, kurang ini dan kurang itu. Bahkan ada yang bersifat begitu berlebihan sehingga segudang kebaikan dan kelebihan istri tenggelam oleh sepotong cela sang istri.

¤ Nir Sempurna

Istri sempurna tiada cacat dan cela ? Di mana itu ? Mustahil didapati di muka bumi ini. Mungkin ada yang sampai perlu menyesal melihat kondisi istrinya. Akhirnya terseretlah pada pengaruh setan, "Wah seandainya saya dulu memilih si A atau si B, tentu..." Yang jelas perkataan demikian tidaklah berguna, bahkan berbahaya karena bisa membuka pintu lebih lebar bagi setan. Karena itulah hal demikian dilarang Rasulullah saw.

Yang perlu disadari adalah tidak ada orang yang sempurna, demikian pula dengan istri. Tidak perlu kita bermimpi menemukan bidadari di dunia ini, bidadari hanya ada di alam surgawi. Itupun tidak mudah untuk mendapatkannya. Adakah yang mendapatkan bidadari di dunia ini ? Imposible ! Karena itu tidak sepantasnya seorang suami menjadi seorang perfeksionis. Bersikap menuntut istrinya tidak boleh punya kekurangan, sedikitpun.

Parahnya lagi bila kemudian melihat kekurangan istri menjadi penyebab munculnya rasa benci. Islam menuntunkan, tidak sepantasnya seorang suami membenci istrinya. Mungkin ia tidak suka dengan satu kekurangan istrinya, tapi sebenarnya sang istri masih punya banyak kebaikan yang lain. Kadang memang suami berlaku seperti perempuan yang bersikap pada suami, sekian banyak kebaikan tak terlihat oleh sebuah kekurangan. Allah swt menyatakan :

"Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menyadikan padanya kebaikan yang banyak." (an-Nisa:19)

Oleh karena itulah Rasulullah saw pun berpesan pada para suami :

"Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Bisa jadi ia membenci satu perilaku, namun akan menyukai perilaku yang lain." (HR.Muslim)

¤ Pengertian

Sebelum menikah saya mengangankan mendapat seorang wanita yang cerdas dan bisa memahami dunia saya, seorang suami bercerita. Kini perjalanan rumah tangganya hampir mencapai tahun kesepuluh. Dalam keterputusasaanya dia bertindak acuh tak acuh terhadap keluarganya. Segala pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh istrinya. Dari mengantar anak sekolah hingga menyetrika semua dikerjakan oleh tangan istrinya. Dan semua itu tidak mampu menyadarkannya bahwa istrinya sosok yang baik. Bukankah ini merupakan ciri tidak sehat iman seorang suami yang dibarengi dengan keinginan serba sempurna tadi. Akibatnya adalah perilaku sewenang-wenang suami kepada istrinya. Bukankah Rasulullah saw telah berpesan kepada kita agar berbuat baik kepada istri.

"Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik sikapnya kepada istrinya, dan aku adalah yang terbaik bagi istriku." (HR.at-Tamidzi)

Berusaha mendapat pasangan yang ideal memang suatu yang wajar. Yang tidak wajar adalah ketika tidak bisa memaklumi kekurangan istri, menurut istrinya berlaku seperti bidadari, makhluk yang sempurna dari segala sisi. Rasulullah saw mengingatkan :

"Sungguh manusia itu laksana seratus unta yang hampir tidak ada satu pun yang layak dinaiki." (HR.Bukhari)

Demikian juga wanita yang berawal dari sosok yang tercipta dari tulang rusuk yang bengkok. Padanya tentu lebih sedikit terkumpul berbagai kebaikan. Satu wanita mungkin punya paras cantik, tapi lisanya kotor. Ada yang parasnya cantik ucapanya baik, manis kata-katanya, tapi boros. Terkadang cantik, baik akhlaknya, hormat pada suami, pandai mengatur rumah, tapi tidak pandai memasak dan membuat kue. Atau ada juga yang semua kebaikan tadi berkumpul pada seorang istri, tapi ternyata sedikit ibadahnya.

Karena itulah Rasulullah saw tidak menganjurkan seorang muslim untuk mencari pasangan dari muslimah yang sempurna. Beliau menganjurkan seorang muslim untuku mencari yang shalihah. Itulah perempuan yang terbaik.

Abu Hurairah ra membawakan sebuah sabdah Rasulullah saw berkaitan dengan hal itu. Suatu saat Rasulullah saw ditanya, "Bagaimanakah perempuan yang terbaik ? Beliau saw menjawab,

"Yang selalu membuat suaminya bergembira bila dipandang, selalu taat kepada suaminya, dan tidak pernah melanggar perintah serta tidak berhianat dalam mengelolah harta suaminya." (HR. Ahmad)

Shalihah adalah standar baku yang mesti terpenuhi. Dalam keshalihan bisa jadi orangnya tidak cantik, tidak kaya, tidak pintar, atau kekurangan-kekurangan yang lain. Kekurangan akan tertutupi oleh sebuah keshalihan. Subhannallah...

Dari itulah sebagai seorang istri tentu harus berupaya memperbaiki diri menggali potensi. Di samping itu selalu menyadari segala kekurangan diri dan siap menerima nasihat, bimbingan dan arahan dari suami. Demikian pula sebagai seorang suami harus berusaha pengertian dengan kekurangan istri, janganlah memaksanya menjadi seorang bidadari yang sarat dengan kesempurnaan.

Kunci kebahagiaan rumah tangga bukanlah terletak pada istri yang sempurna. Bukan pula terletak pada standar yang tinggi tingkat penilaian suami terhadap hondisi dan pekerjaan istri. Kebahagiaan akan muncul ketika seorang suami mampu memahami bahwa istrinya adalah seorang manusia biasa, seperti dirinya. Yang dibutuhkan rumah tangga adalah sikap bijak menilai diri dan menilai sang istri. Mari menjadi suami yang bijaksana.

Tidak ada komentar: