Sabtu, 18 Desember 2010

Jangan Salah Pilih

Mungkin kita sering mendengar ada pasutri yang baru saja mengarungi bahtera rumah tangga kandas ditengah jalan. Beragam alasan yang mereka lontarkan, misal; karena ketidakcocokan, salah pengertian, kurang perhatian bahkan karena ada 'main' dengan orang ketiga.

Dari alasan-alasan yang mereka lontarkan sebenarnya masih ada solusi yang bisa menyelamatkan rumah tangga yang bakal 'karam' tersebut, yaitu dengan kembali kepada Allah swt. Dan Rasulullah saw.

Kalau boleh kita menyimpulkan masalah dasar yang menyebabkan keretakan rumah tangga seperti berbagai alasan di atas, dari persoalan ekonomi hingga kurang harmonisnya hubungan pasutri adalah karena keAWAMan kita terhadap agama.

¤ Nikah Adalah Ibadah

Sebagai sebuah persyaratan untuk diterimanya amal kita, ikhlas tentu saja menjadi prioritas pertama. Artinya, semua aktivitas kehidupan kita semata-mata untuk mengharap ridha Allah stw. Jangan sampai ada sedikitpun ketika kita akan melangkah berumah tangga ada motivasi lain selain mengharap wajah Allah swt. Kemudian sebagai syarat untuk diterimanya ridha Allah swt. adalah dengan mengikuti Nabi Muhammad saw. atau ittiba'. Tanpa ittiba' kita tak akan bisa mengimpletasikan keikhlasan kita.

Demikian pula dalam berumah tangga, pasutri harus menyadari betul akan arti ibadah tersebut. Bagi seorang calon suami harus bisa memilih istri yang tepat sesuai dengan syari'at Islam, begitupun calon istri.

Sebuah hadist riwayat Imam Bukhari dalam Fathul Bari 9/132 :

"Wanita itu dinikahi karena empat hal; hartanya, keturunannya, kecantikan dan agamanya. Maka hendaknya engkau utamakan wanita yang memiliki agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu akan berdebu"

Hadist di atas menekankan dalam memilih istri itu diutamakan karena agamanya. Sebab wanita yang baik agamanya akan selalu taat kepada suaminya dan selalu setia mendampingi suami dikala suka maupun duka, dikala lapang maupun sempit, bukan seperti kata orang, ada uang nona sayang tak ada uang nona melayang.

"Hendaklah salah seorang dari kamu memilih hati yang bersyukur, lisan yang selalu berdzikir dan istri beriman yang menolongnya dalam persoalan akhirat" (HR. Ahmad 5/282, at-Tirmidzi)

Dalam riwayat lain, "Dan istri shalihah yang menolongmu atas persoalan dunia dan agamamu adalah sebaik-baik harta yang disimpan manusia"
(HR. Baihaqi dalam asy-Syu'ab)

Sedangkan dalam memilih suami, patut pula kita memperhatikan keadaan sang calon seperti diisyaratkan sebuah hadist:

"Jika datang kepadamu seseorang yang engkau rela terhadap akhlak dan agamanya maka nikahlah, jika tidak kamu lakukan niscaya akan terjadi fitnah dibumi dan kerusakan yang besar" (HR. Ibnu Majah No 1967 dan as-Silsilah Hadist No 1022)

Untuk mengetahui keadaan sang calon tak mesti melalui tradisi pacaran yang memang lebih banyak maksiatnya daripada manfaatnya, misal mencari informasi dari sumber yang layak dipercaya dan banyak mengetahui kehidupan sang calon.

Bagi seorang pemuda kalau memang sudah menemukan calon istri yang shalihah, yakinlah akan karunia Allah swt. teruslah maju disertai doa dan ikhtiar jangan terhalang karena kemiskinan.

"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (kawin) dari hamba-hamba sahaya yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui" (QS. An-Nur 32)

Demikian pula bagi yang sudah berumah tangga, namun dirundung masalah, jangan putus asa juga jangan terbawa emosi dan cepat-cepat menyatakan cerai. Upayakan perbaikan-perbaikan dirumah tangga. Kedua belah pihak, istri maupun suami harus saling introspeksi dan terus berdoa supaya Allah swt. memperbaiki rumah tangganya.

Apabila keretakan rumah tangga dikarenakan ketidakpahaman terhadap agama, maka bagi kedua pasutri tak merasa sungkan untuk melangkahkan kakinya mencari ilmu syar'i dengan mengikuti kajian keagamaan melalui ustadz yang terpercaya dalam aqidah dan manhaj serta lurus pemahamannya. Dengan bekal ilmu tadi, Insya Allah biduk rumah tangga dapat bertahan dari terpaan gelombang.
Wallahua'lam (Ummu Abbas).

5 Gaya
Mendidik Anak Perempuan

Punya Anak perempuan memang beda. Bukan karena pilih kasih melainkan punya anak perempuan akan menjadi penghalang bagi orangtua dari api neraka.

Memang ikatan emosional antara ibu dengan anak perempuannya begitu kuat, berbeda halnya dengan sang ayah yang lebih dekat dengan anak laki-lakinya. Karena secara nalar anak merupakan versi baru dari orangtua mereka. Anak-anak merupakan cermin harapan, kekhawatiran dan perasaan orangtua mereka.

Bila orangtua menyadari keadaan di atas, tentu saja akan sangat membantu. Kalau tidak, justru bisa menjurus pada perilaku menyimpang. Alhasil, tak sedikit ibu yang merasa lebih senang punya anak lelaki karena dianggap lebih 'sederhana' dan tidak macam-macam.

Padahal mendidik anak perempuan mengundang sejuta pahala dan menjadi penghalang bagi orangtua dari api neraka. Anas bin Malik ra. pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang mengurus dua orang anak wanita sampai keduanya baligh, maka dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan aku dan dia seperti ini..." (Lalu beliau menyatukan jari-jarinya).

Disamping itu pula mendidik anak perempuan akan memberi banyak pengalaman pada seorang ibu karena kesempatan untuk menjalin persahabatan yang akrab. Sayangnya, banyak seorang ibu selalu melihat dirinya pada anak perempuannya. Akibatnya mereka ingin anak perempuaannya dapat lebih banyak kesempatan atau ingin tetap berdekatan, padahal bersamaan dengan itu, anak ingin tetap melangkah dan memilih kehidupan sendiri.

Tentu saja untuk mewujudkan hal ini tak mudah. Seorang ibu paling tidak mesti mengetahui bagaimana gaya yang tepat dalam mendidik anak perempuannya.

¤ Gaya Keras


Ibu bergaya ini akan mudah meletup bila diganggu oleh tangisan sang anak. Sekalipun tangisan itu timbul karena si anak terjatuh. "Jangan nangis dong, nanti ibu pukul nih!" begitu kira-kira reaksi sang ibu.

Ada pesan kuat yang terungkap dari omongan si ibu tadi, 'ah kamu tak penting, masa bodoh apa yang kamu rasakan, sedang asyik kerja eh diganggu'. Meski pesan tadi tidak tersurat, namun anak bisa merasakannya. Ia akan sangat terluka dan putus asa. Bukan tak mungkin ia juga merasa kesepian serta merasa ditolak.

¤ Gaya Tak Peduli


Tipikal ibu yang bergaya tak peduli biasanya acuh terhadap kejadian yang menimpa anaknya, kurang pengawasan walau bisa saja secara fisik kebutuhannya mencukupi namun orangtua kurang melibatkan diri.

¤ Gaya Memanjakan


Ketika anak tejatuh misalnya, si ibu akan berlari secepat kilat untuk membantu sang anak. Walau kedengarannya enak dan bagi seorang ibu yang baik hati, namun mengandung pesan yang sangat penting, si anak seolah-olah merasa nyaman tapi juga ditumbuhi rasa kewajiban dan tanpa sadar juga ditumbuhi penolakan. Anak akan merasa lemah dan bingung di depan orangtuanya. Bukannya menjadi kuat dan percaya diri. Akibatnya, anak menjadi tak mandiri dan tak mengenal dirinya sendiri.

Seorang ibu yang punya gaya seperti ini perlu membangun rasa pengenalan diri yang kuat. Mumgkin masa kecilnya berpusat pada orangtua yang memaksanya lebih cepat jadi dewasa dan menjadi pengelola keluarga. Bukannya mendapat kasih sayang. Bisa saja salah satu orangtuanya bersikap sangat memanjakan.

¤ Gaya Asertif


Bila anak gadisnya terluka, dengan penuh kasih sayang seorang ibu bilang, 'Tanganmu luka? Aduh, kasihan. Mari sini, Ummi bersihkan' Kemudian, 'Nah, gimana rasanya sekarang'

Dalam kasus ini, anak tahu, diri dan perasaannya diperhatikan. Sang ibu mau dan siap menolongnya. Pertolongan itu ditawarkan dan bukan dipaksakan. Anak merasa nyaman, lega, aman dan dicintai.

Ini menunjukkan seorang ibu yang bergaya asertif lebih cenderung membiarkan anaknya tumbuh mandiri. Bila ada sesuatu masalah, si ibu membiarkannya bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada dirinya.

¤ Gaya Bersyarat


Kalau anaknya menangis ingin ikut ke warung, si ibu akan berkata, 'Kalau menangis, nanti ibu pulang dari warung tidak dibelikan kue lo'. Ini merupakan gaya ibu yang menghadapi anak dengan ancaman. Si anak harus memenuhi hrapan orangtua terlebih dahulu, barulah kebutuhan dipenuhi.

Hal ini mengandung makna, jangan menganggap kamu patut disayang sebelum menunjukkan bahwa kamu memang layak disayang.

Dari kelima gaya trsb tentu saja tak ada yang ideal melainkan semua gaya bisa berjalan secara simultan & kondisional tergantung kasus anak yang kita hadapi. Jadi tak terpaku dg satu gaya kan.
Allahua'lam.